Lukisan dan Tiga Hati


Dipandanginya lukisan itu, sedikit menarik ujung bibirnya diiringi helaan nafas yang berat. Separuh hatinya terasa remuk oleh penglihatan itu. Ia sepertinya begitu menyerah disudutkan oleh apa yang tersaji didepannya. Lukisan itu, lukisan yang tergantung didepannya itu telah mengangkat lagi luka yang pernah rapat disembunyikannya. Lukisan itu begitu dalam membawanya terjatuh dalam pelukan perih yang tidak terhindar sakitnya. Ia merasakan bibir-bibirnya bergetar pelan, namun matanya tak juga sanggup melepaskan pandangan daru lukisan itu. Lukisan itu benar-benar seolah merajamnya dengan rasa sakit yang menusuk sampai ia menahan suara yang tertahan dilehernya.

Ia menunduk cepat, ia merasa perlu menghindar sejenak dari lukisan itu. Ia tahu, seluruh pengunjung galeri tak kan langsung menyadari bahwa ia telah menitikkan air mata. Ia membenarkan lagi kacamata hitamnya yang lebar dan melindungi jatidirinya. Ia memandang beberapa centi di sekitar lukisan itu, lalu mengangkat jari tangannya, menekan dada yang makin sesak karena isak tertahan. Ia berharap tak lagi perlu mengingat kisah lalu yang perih itu. Keberaniannya luntur juga, ia segera meninggalkan lukisan itu. Tanpa menoleh lagi sedikitpun ia pun berjalan meninggalkan lukisan bisu di belakangnya.

Di luar galeri, seorang pemuda menunggu gadis berkacamata gelap itu. Pemuda itu berdiri setengah bersandar di pintu mobilnya. Pria itu tampak tegang berdiri tegak sambil menatap gadis yang mendekat ke arahnya itu.

“Kamu benar, Dre.” Gadis itu berhenti di sebelah pemuda bergesture tegang yang diam. Sekejap kemudian sang gadis telah bersandar pada sisi mobil di sebelahnya.
“Seharusnya aku tidak datang ke sini. Untuk apa?” Sang gadis tak juga melepaskan kacamatanya, dan ia pun tetap berbicara tanpa menatap sang pemuda.
“Pelukis itu telah memutuskan untuk melepaskan satu modelnya, yaitu aku. Dan mengapa aku masih berharap bisa menjadi sosok yang hidup di dunia nyata miliknya. Sedangkan aku hanya sesosok model yang akan abadi hanya dalam lukisannya.” Sang gadis tertunduk namun dengan dada yang begitu tegar.

Pemuda itu mengenakan lagi kacamata hitam yang sedari tadi dipegangnya. Matahari begitu terik di pelataran pantai bali itu. Sambil meneruskan bersandar di mobil, jemarinya meraih jemari tangan lentik milik sang gadis di dekatnya itu. Tak sedikitpun gerak tubuh pemuda itu berkehendak memeluk sang gadis. Sekalipun demikian, dibalik bahasa tubuh canggung itu, kedua hati itu sama-sama tahu, bahwa mereka sama-sama memiliki cinta tak berbalas. Pemuda hanya bisa menahan sorot mata amarah dibalik kacamata hitamnya, karena gadis yang dicintainya itu lagi-lagi terluka. Sementara sang gadis, merasakan air mata deras dibalik kacamatanya karena perih diabaikan sebagai isi bingkai lukisan oleh sang pelukis yang dicarinya selama ini.

10 comments:

  1. Hmmm..., menyentuh banget sob.. ^^

    ReplyDelete
  2. aih mbak cantik ini pinter bikin cerpen juga.. :)
    Lanjutkan! ;)

    ReplyDelete
  3. Naice artikel...tp yg pasti sya suka disign pict lukisanx...sangat kreatif...sukses selalu y wied

    ReplyDelete
  4. nice wit... si pojan di jakarta skrg dia

    ReplyDelete
  5. Cerpennya bagus banget. Eh belajar design pic nya dong bwt template :)

    ReplyDelete
  6. wah...ini seperti versi lain dari cerita "Persimpangan" yang ada di Pojok Pradna itu ^_'

    ReplyDelete
  7. pelukis tak tahu diri...!!! Masak modelnya dibuang begitu saja...!!! Kurang apa coba? Bahkan cinta pun punya? Wkwkwk...*Wied, sedih amat tuh cowok? Kasih saiah aja kek? Hihihi*

    ReplyDelete
  8. kodong...sedihnya ini cerita :(

    ReplyDelete
  9. hi say...salam persaudaraan yah.. tukaran link yah

    ReplyDelete

 
Copyright © 2012 Main Kata : Blog Menulis dari Hati ~ Template By : Jasriman Sukri

Kamu bisa menulis deskripsi disini