"Cantik untuk Rendy"


Arti CANTIK untuk RENDY

“Wah! Keren lu, Ren!! Salut gue, lu bisa dapetin cewek se populer Chika. Apalagi tuh anak udah mulai cinta mati ama lu! Liat aja, tiap hari lu diajak main mulu berduaan doang.”

“Hm, kalian aja kurang gigih. Tampang kalian kan gak jelek-jelek amat juga kok!” Rendy mengepak tas sekolahnya. Sementara anak-anak yang lainnya berhamburan keluar kelas.

“Ren! Lu udah dapetin si Chika, kan. Trus kapan lu ngelepasin dia? Biasanya lu gak tertarik kalo cewek udah nyerah ama lu. Lo kasih ke gw lah. Chika bow! Gimana?”

“Wah, pede amat lu! Emang lu modal apa mau ngedapetin cewek sekeras, se-smart, se-modern, se-cantik Chika, heh ?!”

“Ah, sapa bilang! Toh Chika udah klepek-klepek ke Rendy. So, bukan gak mungkin kan gw bisa dapetin si Chika. Apalagi kalo dia lagi down ditinggal Rendy. Asal siasatnya kompak nih gw ama Rendy, pasti gak masalah buat gw dapetin Chika.”

Rendy dengan segera berdiri, membuat dua sahabatnya tersentak kaget didepannya. “ Gw kasih tau ya, gw belom mau lepasin Chika dulu.”

Dua sahabatnya saling berpandangan dengan mimik terheran-heran.

“Ren!? Apa gw gak salah denger?? Jangan bilang lu udah jatuh cinta beneran ama Chika?! Maksud gw.. Lu Playboy ternama, Men! Masak iya? ”

Sahabat satunya yang ikutan berdiri itu mengangguk-angguk cepat sambil menatap dalam-dalam mata Rendy, cowok playboy yang anti ngasih hati ke cewek manapun.

“Huu, sok tau lu! “ Rendy merangkul leher kedua sahabatnya yang nampak kebingungan.

“Gw cuma pengen lebih lama menikmati status gw sebagai TTM si Chika. So, popularitas gw sebagai penggaet cewek garang en superstar sekalipun, bikin kalian semua iri. Ngerti? “

Dua sahabatnya itu hanya matikutu sambil mengacak-acak rambut mereka sendiri.

“Lagian, gak salah kan kalo gw lebih lama aja menikmati prestasi dan kebanggaan gw.” Dengan senyum simpul, rendy melangkah keluar kelas, diikuti dua sahabatnya.

Seminggu berselang, sekolah Rendy dihebohkan oleh isu kedatangan murid baru, pindahan dari Australia. Banyak isu beredar, tentang kecantikan gadis yang katanya putri seorang konglomerat, tentang bagaimana nasih Chika and The Gang yang bakal kedatangan saingan, dan tentang siapa saja yang bakal berusaha mencari perhatian darinya.

Jam sekolah pun tiba, dan seorang gadis yang mengundang sensasi itu pun masuk menuju depan kelas.

“ Nama saya Rossa.“

Seluruh isi kelas segera riuh oleh kekaguman akan nama secantik pemiliknya itu. Ya, cantik bukan sekedar cantik. Tapi juga murah senyum yang manis, dan sangat anggun tampaknya. Matanya memandang hangat, bukan pandangan menggoda. Hanya gadis cantik paras, bermata hangat dan berekspresi lembut.

“ Nah ya! Jangan bilang kalo lu udah mulai berpikir tuk nyambet si Rossa?! Kan lu katanya mau ama Chika aja,so biar aja Rossa buat gw...Masak lu tega ama gw?”

“Sok, embat aja! Lagian gw liat dy gak ada apa-apanya, emang sih, tapi gak tertantang gw ngelihat ekspresinya yang melankolis gitu...’’

“Yuhuuuu. Gitu donk, itu baru sobat gw! Lu emang bener kok. Dy tuh bukan tipe lu banget. Gak menarik apalagi seenerjik ce yang pernah lu sambet. Pokoknya, tar gw traktir lu sebagai ucapan terima kasih kalo gw dah resmi ma Rossa, si anak baru itu.”

“Hah?? Lu ditolak??!!” Sobat satunya meremas pundak sobat Rendi dengan tak percaya.

“Gila lu! Padahal lu jelas2 ganteng gak kalah ama Rendi, bahkan ngalahin gw!!!?? Buta kali tuh cewek baru! Ato lu nya aja kali yang norak nembaknya?”

“Ah, mana mungkin gw norak. Lu kan tahu diantara kita bertiga, gw yang paling romantis walau gak seberuntung soal tampang dibanding Rendy!”

Rendy mengernyitkan dahinya, tanda ia pun berpikir keras.

“Aneh bener..... Padahal dia jelas2 gak punya pacar apalgi tunangan. Apa informan kita salah kasih info, Ya?”

“Ehem, emang sih dia bilang gak punya ikatan ama janji ama co manapun. Tapi,,”

“Apa? Apa?” sobat satunya bertanya dengan keingintahuan penuh.

“Ada co yang dia suka, dan dia yakin co itu bakal nembak dia juga.....”

“Hah? Optimis juga tuh cewek melow. Gw jadi heran sekaligus penasaran.”

“Trus, katanya tuh cewek gak bakal ngomong iya kecuali ama cowok yang dia suka itu. Jadi, siapapun sekeren apapun toh cowok-cowok, gak bakal dia terima buat jadian, kecuali tuh cowok yang dia suka itu.”

Sobat satunya tersenyum girang mendadak!

“Wah asyik nih! Gw jadi punya peluang nih buat jadi cowoknya. Lu aja ditolak ma dia, mungkin selera dia emang gak muluk-muluk en pas-pasan, kayak gw ini.”

“Huuu! Nafsu dengkul dasar! Makan temen lu emang! Sobat gak solid lu ini!”

Rendy nyengir kuda, lalu terdiam memikirkan keanehan yang diluar dugaan itu. Satu sudut hatinya, ia mencoba mencerna alasan anak baru itu. Gak sangka bakal begini ceritanya

“Eh Ren, lu aja gih tembak dia sono. Lu kan punya nama en reputasi atas. So pasti biar tuh cewek baru bisa kena batunya karena dia ternyata bisa kalah juga ama lu!”

“Enggak! Ogah gw!”

Dua sobatnya terkejut sejenak, kemudian mereka berdua memandang ke arah Rendi dengan pandangan yang sangat aneh dan mencurigakan.

“Ren??!! LU bukan takut kehilangan reputasi lu kan?”

“Maksud kalian apa sih? “ Rendi salah tingkah. Rendi menggeram dalam hati.

“Iya, lu kan selama ini punya reputasi teratas soal naklukin cewe manapun dijagad ini. So? Apalagi yang perlu lu takutkan? Lu mau bilang kalo lu takut ditolak ama dia kan?”

“Eh, Jangan sotoy ya berdua! Gw gak pernah takut apalagi ama tantangan kalian, tau?!”

“So ?” Serentak dua sobat itu bertanya dengan pandangan yang licik dan lagi2 dibalas dengan mata menantang balik oleh Rendy.

“Hwahhhh! Sial si Chika itu! Kalo bukan karena tantangan dua sobat gue yang pake deadline seminggu pula, gw ga bakal nginjek harga diri gw buat nurutin kemauan si Chika sok manis itu! Ternyata tuh cewe gak ada bedanya!”

Sebenarnya, andai kata ada pilihan, Rendy ingin berusaha menyabotase Chika dengan mengancam sedikit kehidupan Chika. Tapi apadaya, Chika adalah anak semata wayang konglomerat yang bahkan orang tuanya tidak berdomisili di Indonesia, tapi punya banyak bodyguard. Jadilah Rendy harus mencari cara yang cukup memalukan hanya untuk memperoleh jawaban iya dari anak baru itu. Ya, semua demi menyelamatkan harga diri dan reputasi didepan sahabatnya sendiri. Kalau saja dia punya waktu lebih banyak, sebenarnya dia ingin membuat Chika jatuh hati secara perlahan dengannya. Sayangnya dialog sebelum kesepakatan itu, membuatnya kecut dan kehilangan pilihan lain.

“Emang bener ya, kamu lagi suka ama seorang co dan Cuma mau jadian ama dia aja?”

“Iya”

“Kenapa kamu yakin? Emang kamu udah dijanjikan sama dia?”

“Enggak, dia belum bilang apa-apa. Aku suka padanya, aku yakin dia akan memintaku.”

Tentu saja jawabannya yang yakin diucapkan dengan ekspresi paling tenang yang pernah dilihatnya itu, membuat dia yakin akan gagalnya dia memperoleh hati gadis itu. Dia begitu lembut dan ramah, namun seperti dingin dan bertahan demi seorang lelaki. Benar2 keyakinan yang aneh dan membuatnya hilang akal. Apalagi kala itu waktunya benar2 sedikit mengingat ia hanya bisa sebentar mencegat Chika didekat toilet sekolah.

“Denger ya, gw mau lu menjawab iya pas gw tembak di hari pensi sekolah. Jangan harap gw suka ama lu.Gue lakuin ini semua.......”

“Demi mempertahankan reputasi kamu di sekolah kita, kan?” Rendy terdiam.

Rupanya gadis ini cukup tahu diri karena tidak lantas kegirangan, pikir Rendy.

“Karena kamu dapat keuntungan dibalik ini semua, maka aku ingin mengajukan syarat. Dan syarat ini akan berhenti masanya jika kamu sudah selesai dengan permainan kamu. Gimana?”

“Maksud kamu?”

“Iya, aku pikir ini adil. Kita bisa sama2 bermain dan sama2 senang dengan sandiwara ini. Kamu mau? Aku tidak punya tawaran yang lain selain ini. Reputasi kamu akan dikenang sepanjang hidup teman-teman, tidak ada ruginyakan sedikit memberi untuk aku?”

Apa boleh buat. Rendy hanya perlu menuruti kemauan Rossa selama lima hari. Tidak masalah. Baginya, Rossa pun cukup cerdas untuk tidak membongkar rahasia di belakangnya.

Siang itu sepulang sekolah, Rendy berdri dipinggir jalan depan rumahnya. Baru saja dia pulang ke rumah sebentar hanya untuk ganti baju dan meninggalkan motor kesayangannya di garasi rumah. Sekarang ia masuk ke dalam mikrolet dengan baju ala tukang bakso yang lusuh dan menggunakan sendal jepit yang menurutnya sangat memalukan sekaligus kesal. Ada2 saja si Chika sial itu, keluhnya menahan geram.

Di sebuah perempatan lampu merah di pinggiran ibu kota, ia turun dan segera clingak-clinguk mencari sosok yang menyuruhnya datang dengan pakaian lusuh dan tidak Rendy-awi itu. Lalu pandanganya tertuju pada seorang gadis ramping yang amat lusuh di bawah sebuah pohon rindang diatas rumput di seberang jalan. Gadis lusuh itu duduk diatas selembar tikar rombeng dikelilingi anak-anak jalanan yang masih kanak-kanak. Gadis itu begitu kotor, wajahnya kecoklatan, dan rambutnya kemerahan kering, tapu nampaknya begitu riang karena senyuman dan tawa tak lepas dari wajahnya.

“Hai Rendy!!” Gadis lusuh itu melambai padanya seraya berdiri menuju ke arah Rendy.

“Kok dia tahu nama gue?” Rendy terheran-heran. Dipandanginya gadis yang mendekati jalan hendak menyeberang ke arahnya. Rendy menatap gadis itu seraya mencari-cari siapa yang baru saja menyebut namanya itu. Lalu, dengan cepat, Rendy melotot dan menegakkan wajahnya “Masa sich?!?!”

“Kamu? Rossa? Tapi....tapi, wajah kamu? Rambut kamu?”

Gadis itu tersenyum sekali lagi, “Oh ini rambut palsu kok, dan wajahku sengaja di make-up begini”, Rossa meraih jemari tangan Rendy dan menariknya.” Ayo , adik-adik sudah menunggu lho disana. Mereka tidak sabar pengen ketemu teman baru mereka.”

“Tapi,” Rendy tak sempat berkata dan bertanya lagi karena Rossa sudah menarik tangannya menyeberangi jalan raya.

Rendy memandangi bayangan dirinya di cermin kamarnya.

“Gue ini udah gila kali ya? Kok gue mau aja ya selama ini jadi gembel ama cewek aneh itu.” Rendy bertanya pada bayangannya di cermin.

Rendy mengacak rambutnya, seraya menghampiri tempat tidurnya. Lalu direbahkan badannya diatasnya.

“Kalo dipikir-pikir, cewek satu itu aneh emang. Udah canti, tajir, jebolan aussie pula?? Tapi kok, rela-relanya dia bergembel-gembel ria Cuma buat ngajarin anak jalanan dan bantuin mereka kerja cari uang?” Dipandanginya langit-langit kamarnya sambil mengernyitkan dahinya.

“Selama ini gue gak nyangka bakal make baju gembel, nyemir sepatu orang di stasiun, njual asongan di jalan, apalagi duduk en makan setiker bareng gembel jalanan...”

Rendy merengut sejenak, lalu tersenyum lebar.

“Ah, ternyata gak terlalu jelek juga sih jadi gembel. Biar aja, emang gue udah gila kali! Selama cewek itu gak mbiarin gue ngegembel sendirian sih, no problemo!”

Hari pentas seni sekolah telah datang. Sekolah ramai penuh sorak sorai. Hiburan panggung dan stand dengan dekorasi mewarnai lapangan sekolah. Hari ini adalah hari penting dan akan masuk catatan sejarah tentang reputasi bagi Rendy. Apalagi kalau bukan karena hari pentingnya tentang seorang cewek sensasional si Rossa. Ya, sensasional karena membuat seisi sekolah bertanya-tanya siapa pemuda beruntung yang telah membuat gadis secantik Rossa tetap menjomblo?! Bahkan tidak jarang Rendy dengar dari sobatnya, betapa banyak cowok yang telah menyatakan suka kepada Rossa, dan berakhir dengan penolakan yang membuat penasaran.

“Buat cewek yang namanya Rossa, gue pengen dia naik ke atas panggung.”

Sontak seluruh penonton di bawah panggung nampak cemas. Mereka tak mengira, Rendy akan naik memanggil Rossa, bukannya Chika. Dua sobat Rendy yang menonton pun saling berpandangan sambil tersenyum ingin tahu. Chika pun tak kalah terkejut dan bertanya-tanya, permainan apa yang sedang terjadi. Rossa, dengan ketenangannya berbalut senyum manis berjalan menaiki tangga panggung. Ia berdiri di sisi Rendy.

“Rossa, gue udah berhari-hari ini jalan ama lu.” Suara di mikrofon itu bersambut bisik-bisik penonton. “Dan gue nikmatin semua waktu gue.” Rendy tak menyangka akan segugup itu. Apalagi dia sudah menyiapkan skenario sandiwara itu bersama Rossa dengan amat baik.

“Gue Cuma mau bilang, kalo gue suka sama lu. Dan, gue mau tanya,” Rossa dan Rendy saling beradu mata. Rossa tersenyum, suasana kian sunyi. “Apa lu juga suka, sama gue?”

Dan selanjutnya, semua berjalan lancar seperti rencana. Seisi sekolah menjadi gempar setelahnya. Ada yang patah hati dibuatnya, ada pula yang sakit hati. Rendy puas melihat semua kehebohan itu sebagai prestasi terbarunya.

“Lu emang bajingan ya? Gue mustinya tau kalo lu itu brengsek, tapi gue gak sangka. Apa musti secepet itu lu nyampakkan gue dengan cara begini?” Chika membentak Rendi di luar pagar sekolah yang telah sepi itu.

“Lu kemaren ngelakuin hal sama seperti yang lu lakuin ke gue dulu, dan itu sekarang ke cewek yang menurut gue terlalu polos dan bego.” Rendy mencengkeram lengan Chika.

“Jaga mulut lu, ya! Lu gak tau siapa Rossa, jadi gak usah lu ncela dia kayak gitu!”

“Rendy?” Perlahan airmata membasahi pipi Chika, “Lu gak bener-bener sayang ama dia kan?” Chika terisak sambil meremas pundak Rendy.

“Rendy, semua yang kemaren itu Cuma sebagian akal-akalan lu aja, kan? Plis, Ren. Lu masih mau kan deket sama gue, so kita lupain aja masalah ini. Oke?”

“Chika, waktu gue milih lu, gue bener-bener pikir lu orang yang cantik luar biasa. Lu beruntung bisa secantik ini, Chika. Tapi sekarang lain. Ada cantik yang lain di mata gue. Bahkan, cantik yang ini bukan dari mata. Tapi, kecantikan karena pengalaman gue di dalamnya.”

Chika takjub, namun kecewa. “Maafin gue ya, Chika.” Rendy meninggalkan Chika.

“Rendy? Kok ada disini?” Rossa berdiri di atas tikar rombeng yang lusuh.

“Rossa, gue mau ngomong sesuatu.” Rendy menggenggam jemari Rossa, kasar dan kotor. Rossa tersenyum khas sambil menatap Rendy dengan malu-malu.

“Ros, gue tulus mau bilang kalo gue bener suka sama lu. Bodoh ya gue? Lu bisa maki-maki gue kayak apa terserah, apalagi lu tau betapa bejatnya gue, tapi gue...”

“Udah?” Rossa memotong kalimat Rendy. “Ren, langsung ke intinya juga gapapa kok.”

“Oke. Ehm... Gue mau lu jadi pacar gue. Kali ini bukan tanpa status atau sandiwara. Tapi serius, gue pengen lu jadi pacar gue. Lu mau?” Rendy dalam hati mengutuk dirinya sendiri. Ah biarlah, sudah kepalang basah, pikirnya.

Dengan ketenangan dan kehangatan wajahnya, Rossa tersenyum memandang Rendy yang nampak pasrah sekaligus cemas menanti jawabannya.

“Sebenarnya, kalau kamu menanyakan hal itu seminggu yang lalu, aku pasti bilang iya, lho.” Rossa tertawa.

“Hah?” Rendy menatap Rossa tak percaya, sekaligus senang tak hingga.

“Jadi? Cowok yang kamu tunggu itu.... ternyata....”

Rossa hanya tersenyum, senyum yang hangat dan manis. Senyum yang cantik dibalik wajah lusuhnya.


2 comments:

  1. Wid, maaf, sepertinya harus dicek lagi ketikannya. Kayaknya ada ketukar antara Rossa dan Chika. Jadi rada bingung. Ketukernya, pas Rendy ngajak sandiwara & saat Rendy diajakin ketemu anak-anak jalanan. Semoga benar... :P

    ReplyDelete
  2. Haha.... masa yah??? waduh waduh,,,, perlu cek ulang nih.... ASAP aku perbaikin,,,, tapi terharu juga ada bu dhiah rajin baca.....

    ReplyDelete

 
Copyright © 2012 Main Kata : Blog Menulis dari Hati ~ Template By : Jasriman Sukri

Kamu bisa menulis deskripsi disini