Taman Bumi dan Senja #03

Bagian 03 

--- 

“Diya”, ibu menyebut namaku sambil terus menyisir rambutku yang selalu kusut saat sore tiba seperti sekarang, “kamu akan selalu bisa membuat ibu bangga dan bersyukur setiap harinya.”

Aku asyik meneruskan membaca buku cerita anak yang sudah kusam dan lusuh. Aku membaca paragraph cerita di buku itu tanpa memperhatikan benar apa yang baru saja diucapkan ibu. Tentang beliau yang berkata tidak pernah merasa kecewa akan setiap tindakanku. Tentang beliau yang sampai akhir usianya tidak pernah berhenti mengatakan syukurnya karena aku satu-satunya putrid yang ibu miliki. Tentang beliau, ibuku, yang setelah ia tiada, aku justru semakin merindukannya di setiap malamku hingga kini.

Ketika aku begitu nyamannya membalik buku cerita anak itu sambil mengunyah permen coklat, ibu membuatku merasa semakin nyaman karena rambut kusutku mulai tergerai lembut dan siap dikuncir kuda. Aku tanpa berpikir susah, tanpa menoleh dari halaman buku cerita, berbalik menjawab ibu.

“Diya kan kadang juga nakal, buk. Diya sering bikin temen Diya kesal dan memusuhi Diya. Ibuk pasti pernah juga kan kesal sama Diya. Ya kan, Buk?” Sambil meneruskan ketertarikanku akan gambar-gambar di buku cerita, aku menunggu jawaban ibu di belakangku.

Ibu merapikan kunciran rambutku, lalu meletakkan sisirnya. Kemudian dengan hangatnya, ibu memelukku damai dari belakang. Seperti biasanya, ibu selalu berbisik lembut di dekat telingaku.

“Diya itu selalu membuat ibu bangga. Kenapa? Karena Diya terus dan terus belajar jadi lebih berani dan lebih pandai.” Ibu lebih erat lagi memelukku sementara aku mengunyah permen coklatku.

“Dan Diya selalu membuat ibu bersyukur, karena Diya dianugerahi Tuhan perasaan sayang untuk memaafkan orang lain, dan mau meminta maaf untuk siapapun.”

--- --- ---

Ibu,
Di mana kasih yang paling meninggikan kepercayaanku akan kasih sayang ?

Di mana pula kesabaran yang menguatkan rasa sayangku sehingga tidak menghakimi ?

Selalu saja itu rasa dan eksistensi yang aku rindukan ketika ibu tidak ada di dunia lagi. Aku selalu bertanya-tanya, apakah aku masih anak yang dibanggakan ibu setelah semua kelalaian dan kesalahanku hingga dewasa. Apakah ibu masih bersyukur akan aku sebagai putrinya setelah aku begitu lama menangisi dan menyesali kepergiannya.

Aku ingat ibu tidak pernah mengatakan bahwa aku anak perempuan yang biasa saja. Ibu selalu saja yakin bahwa aku aku akan jadi pengasih yang tidak pernah kesepian. Sementara dari hari ke hari, tahun ke tahun, aku semakin enggan memikirkan apa yang paling aku inginkan sejak kepergian ibu.

--- --- ---

“hanyalah malaikat,
..yang slalu jadi pelindung,
..buatku..
Malaikatku…”

--- --- ---

“Mbak Diyaaaaaaa….!”

Sebuah teriakan panjang tiba-tiba menyentakkanku dari lamunanku.

“Mbak Diya, kasih nilai dong buat gambarku yang iniii!”

Tiba-tiba Ayu sudah ada dipangkuanku, memamerkan gambar warna-warninya. Ayu bahkan langsung meletakkan sebatang pensil kayu di telapak tanganku. Ayu, aku bersyukur menemukanmu sedekat ini.


(bersambung…)

3 comments:

 
Copyright © 2012 Main Kata : Blog Menulis dari Hati ~ Template By : Jasriman Sukri

Kamu bisa menulis deskripsi disini