Bagian 02
---
Di sini aku berada. Di atas teras berlantaikan semen plester. Tanpa keramik dan teksturnya sedikit melukai kulit mata kakiku sedikit. Menjulurkan salah satu kakiku yang lainnya di tepian teras, jatuh ujung jemarinya ke atas tanah agak berpasir. Sementara daun kuping gajah yang tertiup angin, sesekali menggelitik daun telingaku yang asik menikmati sore menjelang senja. Teras yang teduh dan terlalu kusam itu seperti tidak penting lagi karena aku bisa menemukan senyum dan warna-warni gambar tangan bocah perempuan bernama Ayu itu. Aku bisa melihat matanya berbinar seperti hendak menenggelamkan dirinya lebih banyak ke dalam kertas gambarnya. Aku bisa menemukan bulu matanya lentik agak berdebu, dan alis matanya yang tebal seperti kegigihannya menantang panasnya cahaya sore di semen tempat ia duduk menungging sambil menggambar. Ayu adalah cantik dalam dekilnya, cahaya dalam kusamnya, dan berkilau dalam biasanya. Dia adalah seorang pemimpi yang berani. Pemilik karya bergambar yang tidak pernah puas hanya dengan satu atau dua warna. Ia membutuhkan banyak warna dan gambar mata untuk menunjukkan betapa ramai keceriaan di benaknya. Ia menuangkan semua gagasannya akan pantai sekaligus juga gagasannya akan nenek kakeknya yang telah tiada. Semua dengan warna yang sama, dalam satu kertas gambar yang sama, seolah tidak ada pernah benar-benar pergi dari ingatannya. Seperti itulah Ayu bisa berubah menjadi sesosok bocah perempuan yang mampu membiusku dalam bisu yang berhasrat. Ayu membuatku terlarut dalam keberanian lagi untuk menggambar lebih banyak imajinasi dan impian.
(bersambung)…
nice infonya gan
ReplyDelete