-- ^__^ Counter Pulsa --
Suasana SMP di sebuah kota besar Jakarta itu tampak ramai oleh anak-anak berseragam putih biru yang sedang beristirahat. Dua gadis sedang bercengkrama akrab di koridor sekolah. Leny tampak sedang menampakkan seluruh gigi depannya dengan ekspresi gemas sambil mengepalkan dua tangannya.
“Aduh Uci sayang yang lemot dan rada-rada tulalit tapi ngegemesin.... Denger ya, kamu itu kudu buruan beli pulsa gih. Aku gimana bisa janjian sama kamu kalo seumpama sampe besok kamu belum isi pulsa?! “
Uci menggaruk-garuk kecil kepalanya yang sebenarnya bukan pertanda ia jarang kramas, melainkan pertanda ia mulai berpikir tulalit.
“Lho, emang apa hubungannya besok kita janjian di mal sama isi pulsa sepulang sekolah ini?”
Leny yang berdiri di sisinya cuma menepuk jidatnya sambil berekspresi sakit kepala. Lagi-lagi untuk ratusan kalinya, Leny cuma bisa sedikit putus asa menghadapi sahabatnya yang terkenal imut tapi lamban berpikir itu.
“Ya udah, gini aja. Pokoknya nanti sepulang sekolah kamu harus mengisi pulsa hape kamu,ya! Jangan sampai enggak. “
“Tapi .... “
“Eits! Jangan mikir dan bertanya-tanya lagi! Pokoknya kerjain aja, oke?!”
Leny selanjutnya dengan cepat meninggalkan Uci dan berlari menuju ke arah luar koridor sekolah menuju kantin. Uci yang masih berdiri di tempatnya hanya memandang punggung Leny dengan bingung sambil meletakkan ujung jari telunjuk kanannya ke samping keningnya, inilah gaya khas Uci.
“Uci benar-benar tidak mengerti,” ucap Uci pada dirinya sendiri.
“Tapi sudahlah. Nanti aku akan isi pulsa saja pokoknya,” lanjutnya. Kemudian ia sudah berlari ke arah kantin menyusul sahabatnya.
* * *
“Permisi...“ Uci clingak-clinguk melihat kedalam kios kecil yang merupakan satu-satunya counter pulsa paling dekat dengan rumahnya. Uci maklum jika kios itu nampak sepi, selain karena kios itu baru dibuka dan lokasinya berada jauh dari jalan raya. Namun kioa itu berjarak 200 meter dari gerbang kompleknya.
“Maaf ,“ seorang pemuda yang masih mengenakan seragam SMA muncul dari dalam.
“Isi pulsa elektronik atau fisik ya?“ pemuda tampan itu tersenyum dengan sangat ramah dan antusias.
“Ehm, elektronik saja ya!”
Dengan sigap Uci meraih buku daftar dari pemuda itu. Dan segera Uci hendak menulis nomor hape dan jumlah pulsa yang dipilihnya. Sementara pemuda yang berdiri di belakang meja kaca counter-nya tidak sedikitpun melepaskan tatapannya ke arah Uci yang menulis dengan serius di depannya. Pemuda itu tampak tertarik dan ingin melihat lebih banyak lagi gerak-gerik gadis amat muda di depannya. Ya, pemuda itu benar-benar ingin berkesempatan mengenal Uci.
“Ehm, boleh aku tahu siapa nama kamu?”
Dengan lincah dan ekspresi jenaka, Uci mengulurkan tangannya.
“Namaku Suci. Semua temanku memanggilku Uci. Nama kakak?“
“Rully, “ pemuda itu membalas salam dengan menjabat tangan Uci. “Panggil aku Rully, jangan pakai kakak.“ Jawaban Rully dibalas Uci dengan anggukan dan senyum lebar. Rully sesaat semakin kagum dengan keramahan dan ia menilai Uci adalah pribadi yang tak hanya ramah, tapi juga enerjik meski polos.
“Ehm, karena kita sekarang sudah berteman, kamu enggak keberatan kan kalau aku, ehm, maksud aku mungkin aku ingin menghubungi hape kamu sesekali? “
Mimik wajah Uci mendadak berubah.
“Ehm, maksud aku, hanya meng-sms kamu kok. Mungkin sebagai kelanjutan dari perkenalan kamu sama aku aja,” Rully berusaha tersenyum dalam sikap salah tingkahnya.
“Oohh ....“ Uci tersenyum lebar lagi. “Tentu saja boleh. Rully boleh kok meng-sms Uci kalau sekedar menyapa. Tapi jangan disaat Uci sedang sekolah ya, dan juga jangan saat Uci sudah harus tidur setelah belajar malam.”
Rully tersenyum menahan tawa. Sementara Uci tengah sibuk memasukkan hapenya ke dalam tas ransel sekolahnya. Rully lega, akhirnya keinginan hatinya terkabul.
* * *
“Waah, sms itu dari siapa?! Romantis banget!!” Leny menjerit histeris sambil merebut hape Uci. Uci terheran-heran memandang sahabatnya.
“Romantis?? Apa yang romantis?”
Uci semakin tak paham. Baru tiga menit lalu ia menunjukkan sms dari Rully pada sahabatnya itu, sekarang ia dikejutkan oleh respon yang menurutnya terlalu heboh. Sms yang sedang dipelototi oleh Leny itu sebenarnya tidak dimengerti maksudnya oleh Uci. Itulah sebabnya Uci berniat menanyakannya pada Leny dengan memperlihatkan isi sms tersebut.
Dear, Princess Uci.
Latest word for you tonigth. But, I will dream you all night long. So, hope you could sleep on my dreaming you’re sleeping here.
“Gila! Ini romantis banget! Kamu kok ga ngenalin dia sih ke aku. Tiba-tiba udah ber-yayang aja sama cowo itu, siapa namanya? ” Leny masih menggenggam hape Uci dengan pandangan tak percaya.
“Rully. Rully namanya.” Uci menjawab datar.
“Aduh, Uci!” Leny menepuk pundak Uci dan meremasnya.
“Masa kamu gak ngerti sih!? Ini namanya romantis, lho!” Lalu Leny meletakkan kedua telapak tangannya ke dadanya sendiri, sambil diangkat wajahnya menatap langit entah dimana.
“Andainya aku dapat sms seromantis itu dari seorang cowo, pasti aku akan tersenyum tiap menit.“
“Ah, kamu gila namanya kalau senyum tiap menit!”
“Uci!” dengan tiba-tiba Leny meletakkan dua tangannya di atas dua pundak Uci. Uci sontak terkejut dengan gerakan tiba-tiba Leny itu.
“Sudah jelas! Pasti Rully sedang jatuh cinta sama kamu!”
Uci hanya mengernyit, tanda ia merasa semakin tak mengerti arah pembicaraan sahabatnya itu.
“Jadi, kamu harus siap-siap kalau seandainya suatu hari Rully akan datang ke rumahmu dan mengajak nge-date! Itu lho, yang ada di film-film orang dewasa itu!”
“Aduh, Leny! Kamu ini ngomong apa sih, Uci nggak ngerti! ”
“Tenang, tenang! Aku ahlinya kalo soal cowok, santai aja! Pokoknya kamu dengerin aja kata-kata aku seperti biasanya, okeh?!”
Tanpa berpikir, Uci hanya bisa mengangguk karena tak tega melihat sahabatnya begitu bersemangat. Uci tak mengerti kenapa dan apa maksud Leny, tapi toh ia sudah terlanjur mengiyakan. Jadi, Uci hanya tinggal tunggu komando dari Leny saja, begitulah pikirnya menenangkan dirinya sendiri.
* * *
“Kakaaaak,,,, Uci pergi les dulu ya!” Uci bergegas keluar kamarnya sambil berpamitan dengan Martha, kakak cewek satu-satunya itu.
“Uci, setelah les langsung pulang ya! Jangan sampe mama kuatir, ya!? “
“Iya, Kak!”
Martha hanya geleng-geleng kepala melihat adiknya nampak ceroboh memakai tali sepatunya terburu-buru. Dan sosok adiknya beserta mobil yang dikendarai pak supir pun menghilang dari halaman rumah menuju tempat les pianonya.
“Bip bip bip bip ...“ Tiba-tiba Martha terlonjak kaget mendengar dering hape di ruang keluarga.
“Astaga! Itu kan suara hapenya Uci ?!” dengan segera Martha mencari lokasi pasti hape itu. Dan benar saja, Uci baru saja ketinggalan hape yang tergeletak di bawah bantal sofa depan tv.
“Dasar Uci ceroboh. Barang penting begini!“
Tiba-tiba secara tak sengaja Martha melihat kalimat yang muncul di bawah pengirim sms yang baru saja masuk.
Rully Counter
My lovely Princess Uci ...
Martha dengan segera mengerutkan keningnya. Martha nampak heran, sejak kapan adik kecilnya itu mulai dekat dengan seorang cowok yang berani bilang Lovely dan Princess itu ?! Dengan setengah emosi, Martha membuka sms tersebut lebih lanjut. Ditekannya tombol VIEW.
My lovely Princess Uci, how’s your day? Hope I could see you again on your way home. Coz, i miss your smile in this E-Lect Counter.
“ E-Lect?”
Martha menyebut nama itu kepada dirinya sendiri. “Sepertinya aku tidak asing dengan nama ini.“
Lalu dengan mata terbelalak dan mengangkat bahunya, Martha tersadar bahwa itu adalah nama kios counter pulsa yang ada di dekat gerbang komplek rumahnya. Lalu dengan segera, Martha mengenakan sweater-nya dan menaiki sepedanya ke luar halaman rumah. Lalu dengan emosi yang telah meluap-luap, Martha mengayuh sepedanya. Di dalam hatinya, telah berkecamuk kalimat-kalimat yang hendak disemprotkannya pada lelaki penggoda gadis kecil polos seperti adiknya. Martha mulai berpikir bahwa seharusnya dia lebih memantau lagi pergaulan dan keadaan adiknya, daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginginkannya seperti terjerumus pada mulut laki-laki tidak beres.
“Hei! Aku mencari cowok namanya Rully! Yang mana? “
Dengan wajah sangar, Martha membentak seorang pria duapuluhtahunan yang sedang menunggu di dekat counter.
Lelaki itu nampak kebingungan, karena teriakan garang Martha itu benar-benar mengejutkannya. Lalu seorang pemuda tampan dengan kaos rapi dan celana SMA tampak muncul dari ruangan dalam dibelakang counter.
“Ehm, maaf. Aku Rully. Ada apa ya?“
Martha yang melihat pemuda tampan dan terlihat berpendidikan itu hanya terdiam sambil tak juga melepaskan pandangan terkesimanya. Tampan, begitu pikirnya.
* * *
Hari kian gelap, dan Uci senang akhirnya ia tiba juga di rumah. Ia duduk di ruang tamu, hendak melepas lelah sebentar. Les piano tadi benar-benar membuatnya lelah. Ia heran karena biasanya kakaknya sedang nonton tv di ruang keluarga, tapi kini rumah tampak sepi saja.
“Ting tong.”
Uci terkejut mendengar bel rumahnya berbunyi. Uci biasanya enggan membuka pintu depan bila tamu datang, karena ada Bik Inah yang biasa membukakan. Dibukakannya pintu ruang tamu, dan betapa terkejutnya Uci.
“Lho? Kak Rully? “
“Hehe. Pa kabar, Uci? Ehm, aku sudah lama tidak melihat kamu. Sibuk les ya?“
“Eh iya. Uci baru saja pulang,“ lalu Uci teringat kalimat Leny, sahabatnya tentang kemungkinan Rully datang untuk mengajaknya kencan. Wah, Leny kok hebat ya bisa nebak kalo Rully akan mengajaknya pergi.
“Uci? Uci ? Kamu kok melamun? Pamali lho melamun di depan pintu gini,“ Rully hanya tersenyum melihat Uci malu.
“Kak, eh maksud Uci, Rully mau ngajak Uci pergi ya? “
“Ehm ..... “
Belum selesai Rully hendak menjawab, tiba-tiba sosok Martha menghampiri mereka berdua dari pintu kamarnya. Uci terheran karena kakaknya begitu cantik berdandan dan tampak siap hendak pergi ke luar.
“Uci, kakak mau pergi dulu sama Rully.”
Martha mencolek dagu Uci, adik kecil yang disayanginya. Lalu, tiba-tiba Martha berbisik ke telinga Uci, “Kakak mau nge-date dulu ya!”
“Hah? “ Uci hanya melongo terkejut dengan ucapan kakaknya barusan. Uci lagi-lagi merasa saatnya ia berpikir keras lagi tentang apa yang sedang terjadi. Uci oh Uci.....
* * *
duhh,, kasiann si polos ucii... :D
ReplyDelete