Risma menutup wajahnya. Pedih, perih, takut, kecewa. Semua perasaan itu bercampur luar biasa hebat di dadanya. Kadang ia juga tak mengerti, mengapa ia bisa membiarkan dirinya digerogoti perasaan-perasaan yang tak ada hentinya itu.
Risma menutupi wajahnya dengan bantal. Sunyi kamarnya tak kan mampu menyamarkan desak tangis yang teredam busa bantal. Ia tak berhenti menekan bantal itu diwajahnya, menyembunyikan tangisnya. Sakit yang terlalu lama menumpuk di dadanya kemarin, akhirnya begitu kerasnya menyayat hati sang pencinta ini. Ia berjuang keras melawan kesedihan sejak hari-hari sebelumnya, hingga akhirnya kini ia memilih kalah dengan perasaan tercabik.
Risma semakin kencang mengeluarkan isaknya.
Dadanya makin perih dan bertubi-tubi remuknya.
Kesunyian makin hening, hanya derit terhimpit.
Risma membiarkan sengau tangisnya sesekali terdesak keluar. Ia sudah banyak mempertahankan dirinya. Terlalu lemah melawan jeritan hatinya. Terlalu banyak menenangkan diri, memaksakan dirinya berjalan seiring ketidakpastian.
Risma runtuh demikian, karena ia lupa :
Ia hanya manusia lemah melawan keingintahuannya. Ia adalah insan yang hidup dengan ingatan, sekalipun itu membuatnya sedih. Betapa pun kuatnya ia mencoba melangkah, sesuatu yang paling buruk pun masih mengikutinya kemana ia berjalan. Setegar apapun ia mempersiapkan hatinya, ia akan selalu berjalan ditemani kemungkinan-kemungkinan yang menyakitkan.
Risma takkan setakut demikian, jika ia tidak lupa :
Ia lebih dari malaikat andaikan mampu menguasai arah mana hatinya hendak berlabuh. Ia adalah kecantikan sejati jika mampu meyakinkan dirinya kuat dalam dilema. Ia adalah keanggunan tertinggi jika mampu melangkah cantik menyembunyikan luka dan duri dibalik kulitnya. Ia adalah keinginan para romantik, jika ia hanya menampakkan mata teduh yang sanggup menginspirasi mata lainnya. Ia takkan pernah lupa, bahwa kemungkinan akan selalu mengintainya. Dan karenanya, ia percaya di balik satu kemungkinan yang membunuhnya tragis, ada kemungkinan lainnya yang pantas diperjuangkan.
Yaitu, kedamaian termulia, dimana segala hal didalamnya mampu memaafkan kesalahannya, menerima ia dalam balutan tersahaja, dan menentramkan hatinya pada perasaan ''Aku bahagia, dan aku memiliki semua yang aku perlukan.''
ikut menyimak gan
ReplyDeleteuntuk bahagia itu sederhana
ReplyDeletesemoga bermanfaat artikelnya
ReplyDelete