Kelambu


Kelambu kamarku berayun seperti gelisah. Ia berayun seirama helaan nafasku yang letih mencari daya. Aku teruskan menikmati merebah tubuh di atas ranjang. Kusandarkan pergelangan tanganku menutup mata dan dahiku, berharap gelap yang mendamaikan batinku sejenak. Ia, sang kelambu, tetap gelisah seolah menyaksikan keputusasaanku mencari alasan.

Ada tangan lembut yang pernah mengangkat lenganku malam itu, di balik kelambu yang ini juga. Pemilik tangan itu pernah tersenyum jika aku terlihat malas di atas ranjangku. Pemilik tangan itu adalah malaikat anggun yang pernah mengisi relung paling sepi di hatiku.

“Masihkah kamu mencari siapa pasangan bercengkramamu?” malaikat anggun itu pernah menatapku lekat bertanya dahulu.

“Tidak. Aku sudah temukan siapa yang paling pandai menyejukkan resahku akan pertanyaan.” Aku ingat menjawabnya demikian. Sementara sang malaikat itu tersenyum seperti tak kan pergi.

“Jika demikian, aku takkan pergi agar resahmu tak perlu datang lagi.”

Tanpa sadar, ingatan akan wajahnya kembali terukir jelas indah di langit-langit ranjangku. Kelambu seperti tergerai menjadi rambut panjang indahnya yang sekemilau mutiara. Aku tersenyum, pahit, dan menyiksa. Menyadari kepergian dan ketiadaannya, seperti belati yang tidak juga tercabut dari dada. Sesak, sunyi, dan terlalu lama waktu yang berjalan.
Kelambu putih kini, membeku dingin. Tak bersahabat selain hanya bisu tanpa belaian hangat. Ah, kelambu yang membuat suasana semakin kosong dan hampa. Hampa ini membuatku bertanya lagi, apakah wujudmu yang pernah hadir itu adalah belaka? Mengapa ditinggalkanmu sejenak lalu, terasa seperti kebersamaan tadi adalah sia percuma. Bukankah kamu telah menanam janji dan angan untukku sandar semalaman. Pergimu, mengapa seperti terlalu nyata? Hadirmu semalam, mengapa seperti tidak pernah cukup nyata? Aku seperti hampa tanpa cukup ingatan. Aku bahkan seperti tak pernah sempat mengabadikan kemerduan bisikanmu di telingaku. Aku putus asa.

Kelambu dan aku.. tidak pernah punya dialog. Tapi ia jadi sosok yang paling memastikan aku ada. Aku ada untuk kesepian, untuk sendirian, dan untuk hanya melukismu di langit-langit. Kelambu yang sejatinya tidak menutupi kekosongan yang benar-benar hadir. Kelambu, mengapa roh sang gadis itu, tidak benar-benar selalu ada di sisiku, seperti engkau sekarang?

9 comments:

 
Copyright © 2012 Main Kata : Blog Menulis dari Hati ~ Template By : Jasriman Sukri

Kamu bisa menulis deskripsi disini